Film 3 doa 3 cinta yang di bintangi Nicholas Saputra dan Dian Sastro Wardoyo mengingatkan masa-masa sewaktu tinggal di pondok pesantren dulu, tepatnya di pondok pesantren Darul Muttaqin, Cisaat -Sukabumi. Nan Achnas dengan gamblang menggambarkan kehidupan pondok pesantren secara garis besar diramu dengan pengalaman pribadi sang sutradara Nurman Hakim.
Dunia Pesantren Dalam 3 Doa 3 Cinta
Ya memang seperti itulah sekilas kehidupan di pondok pesantren. selain belajar semua disiplin ilmu agama/ al-qur'an, fiqih, hadist, etc... di sana kita belajar tentang kehidupan bermandiri, persahabatan, dan tentunya ada cinta di sana. dan tak ketinggalan ada banyak kenakalan remaja yang terjadi, kalau dalam film 3 doa 3 cinta digambarkan sang santri yang ngumpet ngerokok, dan atau menyelinap malam-malam keluar pondok, dari pengalaman mondok dulu kenakalannya lebih dari itu.
Gejolak Remaja di Pesantren
Kenakalan yang dulu pernah kita lakukan mulai dari menyelinap tengah malam lewat jendela buat mencuri kelapa muda pak haji, pada kabur sewaktu belajar qira'at/ para santri sangat malas belajar tentang nada-nada dalam pengajian Al-qur'an ini.
Sampai pada tahap yang lebih parah, para santri menyelinap malam-malam dan berkumpul di lapangan kosong untuk "ngadu ilmu", beberapa santri senior ada yang memiliki ilmu kanuragan yang dipelajari bukan dari tempat mondok, maka yang terjadi adalah mereka bertarung dan bisa berubah-rubah sosok pada penjelmaan binatang, ada yang menjadi sosok harimau, monyet, bahkan ada yang berubah menjadi sosok yang mengaku Prabu Siliwangi!.
Para santri yang menonton tak kalah tegang dengan mereka yang bertarung, karena yang paling di takutkan adalah tatkala sosok yang dipakai santri petarung akan masuk atau keluar dari tubuh santri itu, keadaannya sangat mengerikan karena sang santri bisa bisa meraung-raung bahkan tambah kesurupan kalau santri tersebut tidak bisa mengontrol ilmunya.
seorang teman bertanya, apa benar di pondok ada kasus- kasus kelainan seksual seperti yang di film kan di '3 doa 3 cinta'? mang dulu pernah dengar sih ada kasus di salah satu pondok pesantren di Jawa yang para santrinya semuanya wanita, dan kasusnya ketahuan saat ada santri yang mandi bareng, dengan tidak sekedar mandi. Pernah dengar juga ada santri yang hamil di salah satu pesantren di Sukabumi, tapi itu semua dengar dari orang.
Ngaji, Ngaji, dan Ngaji!
Pondok pesantren juga sangat memberi andil dalam menciptakan generasi generasi religi yang nantinya akan meneruskan perjuangan para ulama untuk meneruskan dan mempertahankan tradisi keilmuan yang secara turun temurun di ajarkan pada generasi selanjutnya.
Menjadi Generasi Penerus
Sewaktu mondok dulu beberapa santri senior harus pulang ke daerah masing-masing untuk meneruskan dan atau menggantikan ulama yang meninggal, dan di daerahku sekarang beberapa teman sudah menjadi ustadz meneruskan ayahnya/guru-guruku yang wafat, kadang tak percaya teman yang dulu sebangku di sekolah, teman mengaji iqra, kini dipanggil jalan-Nya untuk menjadi ustadz.
Menjadi ustadz ternyata tidaklah gampang karena ilmu yang diajarkan ke masyarakat adalah ilmu yang akan menjadi penuntun kehidupan mereka, dan masyarakat secara tidak langsung akan meminta contoh dari moralitas sang ustadz dari kehidupan sehari-harinya.
Belajar Ilmu Agama
Dari pondok, kita diajarkan tentang seluk beluk Al-qur'an, tentang fikih dan usul fiqih yang mana pada selanjutnya setelah kita mempelajari fiqih akan tersadar bahwa Islam adalah agama syumuliyyah/lengkap, karena dengan fikih kita mengetahui Islam mempunyai aturan untuk semua perkara dari ibadah ritual, non ritual/ghoer makhdhoh sampai dinamika kontemporer.
Yang menjadi favorit para santri sewaktu mondok dulu adalah ilmu nahwu sharaf, di sana kita belajar tentang grammar dan sastra dalam Bahasa Arab, dengan nahwu sharaf kita bisa belajar tentang keindahan sastra Al-Quran, dan dengannya kita bisa mengantisipasi bilamana ada pihak yang membuat kekeliruan atau bahkan pemalsuan dalam pencetakan Al-quran, karena sastra dalam Al-Quran bersifat qat'i/pasti.
Setiap santri mempunyai kitab kuning yang berbeda untuk belajar bahwa sharaf, tergantung pada "kelasnya", untuk santri awal diberi kitab Jurumiah untuk nahwu dasar. Setidaknya ada 6 kitab nahwu sharaf yang di ajarkan di pondok dulu.
Ada Cinta di Sana
Dan pada masanya , setiap insan akan menemukan cinta. pun di pondok, adalah penghuninya para remaja yang hormon tostesteronnya sedang berkembang. Walau diberlakukan peraturan yang ketat, dan jarak yang memisahkan antara pondok putra dan putri, tetap saja gejolak itu tidak bisa di padamkan.
Beberapa tertangkap basah melanggar aturan dan batasan pondok putra dan putri dan akhirnya di hukum pak kyai, tetap saja hal tersebut tidak menyurutkan gelora untuk mendapatkan sang pujaan.
Untuk diri ini agak lebih parah karena berpacaran dengan anak pak kyiai.....,sempat "disidang" oleh santri senior/ yang mewakili pak kiyai, tapi tidak jera-jera juga, kita sering nyuri-nyuri waktu untuk bertemu walau sebentar di luar pondok, terakhir kita janjian untuk ketemu setelah sekolah untuk datang bareng ke acara ulang tahun teman.
Malang tak bisa di tolak dalam perjalanan menjemputnya aku tertabrak mobil dan kakiku patah ! /masih teringat tulangku sekilas terlihat keluar setelah terlindas ban mobil itu, wah mungkin kualat kali ya? coz tak menurut sama peraturan pak kiyai.....
Demikian review 3 doa 3 cinta, tentang kehidupan pesantren yang memang relate dengan penggambaran film ini. Semoga bermanfaat.
Baca juga:
Posting Komentar
Posting Komentar