Lo pernah ga sih liat orang nge-gym, terus pede bener pake sport bra + celana pendek yang pantatnya keliatan separo tapi polusi visual aja buat mata lo. Perih bener.
Kalimat pembuka dari untaian thread seorang selebgram di atas menjadi
viral beberapa waktu lalu, karena bertolak belakang dengan ia yang biasanya
memposting tentang bagaimana follower-nya harus mencintai diri sendiri.
Bully di Media Sosial
Sontak
saja, kalimat demi kalimat yang dicuitnya di twitter menyebabkan banyak sekali
masyarakat yang kontra, termasuk sesama influencer sendiri, hal ini tidak lain
karena ia dianggap telah melakukan perundungan verbal secara tidak langsung
melalui media sosial. Ia dianggap tidak berempati terhadap sesama perempuan,
apalagi terhadap hal sensitif dalam dunia mereka: berat badan.
Mari berimajinasi
sejenak, bagaimana jika kita berada di posisi sebagai orang yang dibicarakan
dalam cuitan berantai tersebut?.
Orang dengan kategori pemikiran positif atau
bahkan santai, mungkin tidak akan mempedulikan hal tersebut. Tetapi, bagaimana
dengan orang-orang yang baru bangkit dari keterpurukan untuk memupuk rasa
percaya dirinya, kemudian dibabat habis oleh warga net yang nyinyir terhadapnya.
Sudahlah badan overweight, kemudian di rundung pula oleh orang lain. Bisa saja
orang menjadi minder bahkan bertambah takut terhadap pandangan orang lain
padanya.
Selain berubah menjadi rasa malu dan takut, korban perundungan bisa
juga mengalami prohibitive thinking, yaitu mencegah diri kita melakukan sesuatu
karena atribut yang ada pada tubuh, seperti tidak akan berolahraga lagi di
tempat umum sebelum ia bisa menghilangkan kekurangan yang ada pada tubuhnya.
Rasa malu, takut, dan mencegah diri dari bersosialisasi hanya sebagian efek
buruk yang dialami oleh korban perundungan. Dampak terburuknya bisa saja sampai
pada kasus menyakiti diri sendiri, bahkan bunuh diri. Data tahun 2015 dari
Global Schoola-Based Student Health Survey menunjukkan bahwa 1 dari 20 korban
bullying di Indonesia pernah merasa ingin bunuh diri. Mengerikan.
Maka,
seyogianya sebelum kita berinteraksi dengan orang lain, kita harus siap dengan
segala resiko yang akan kita hadapi ketika bersosialisasi, karena kita tidak
akan tahu apa tanggapan orang lain terhadap kita, mulai dari fisik, penampilan
luar, bahkan dengan sifat kita sendiri.
Jika tak ingin menjadi cibiran orang
lain, atau minimal mengurangi potensi dipandang sebelah mata dan berujung
perundungan, maka berantisipasilah dengan tidak berpenampilan mencolok, seakan
justru kita menantang diri untuk dikritik oleh orang lain. Terlebih sebagai umat
Islam, agama ini telah dengan sempurna memberikan aturan untuk umatnya dalam
masalah berpakaian, tidak lain karena Islam ingin melindungi dari segala hal
negatif, termasuk salah satunya stigma buruk terhadap tubuh yang terbuka.
Cintai Tubuhmu
Mari
mencintai diri kita sepenuh hati, yakinkan diri bahwa raga kita adalah titipan Tuhan yang luar biasa. Kita adalah makhluk sempurna, walau dinilai kurang oleh
sesama. tapi tak apa, selama kita telah menerima diri apa adanya, kita tak akan
peduli dengan apa pun tanggapan orang lain terhadap kita. Apalagi jika kita
berpikir secara naif, apalah arti penampakan dari tubuh kita, toh setelah mati
semuanya akan menjadi bangkai, membusuk. Tubuh kita adalah calon makanan
organisme dekomposer, apa pun bentuk ototmu, kelak hanya tinggal tulang belulang
semata.
Posting Komentar
Posting Komentar