Indonesia sebagai negara besar dengan 17.000-an pulaunya tak pernah surut dari segala polemik kehidupan dalam masyarakatnya, luasnya wilayah itu ternyata berbanding lurus dengan dinamika yang dihadapi.
Salah satu hal yang menjadi pro dan kontra di bumi pertiwi kita adalah masalah pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama adalah dua kementerian yang mengurusi pendidikan negeri ini. SD, SMP, SMA adalah sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan Kementerian Agama bertanggung jawab pada madrasah mulai dari RA, MI, MTs, dan MA.
Pendidikan Dua Kementerian
Dengan adanya dua kementerian yang mengurus pendidikan, menjadikan pendidikan di negeri ini kadang berbeda regulasi antara sekolah dan madrasah. Akhirnya, masyarakat yang tak tahu menahu ihwal dasar tentang aturan yang berlaku menjadi miss persepsi.
Kuota Belajar on Line
Contoh perbedaan regulasi dalam pendidikan di masa pandemi corona ini saja adalah tentang pembagian kuota data untuk gawai siswa maupun guru dalam rangka menunjang pembelajaran on line. Sekolah-sekolah yang berada di bawah Kemendikbud secara merata dan bertahap mendapatkan bantuan tersebut. Tapi madrasah-madrasah yang berada di bawah Kemenag tidak mendapatkan bantuan tersebut, dan ketika dikonfirmasi ke kantor Kementerian Agama Kota dan Kabupaten, jawabannya karena tidak ada regulasi dan instruksi dari pusat, sehingga memang madrasah dimohon agar tidak berlalu berharap dengan bantuan kuota untuk belajar on line.
Masalah tidak berhenti sampai di situ, karena tidak semua masyarakat -dalam hal ini siswa dan orang tua- memahami tentang dualisme kewenangan pengurusan kependidikan. Masalah yang terjadi adalah beberapa siswa maupun orang tua menanyakan dan meminta kuota kepada pihak madrasah, karena sebagian dari mereka mendengar dan melihat siswa yang bersekolah di SMP atau SMA mendapatkan bantuan tersebut.
BOSS
Apa yang bisa dilakukan madrasah?. Jangankan untuk memberikan kuota, bantuan BOSS saja di masa pandemi ini dikurangi sampai 30%, sehingga dana yang diterima berkurang dari Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang telah dibuat, sehingga realisasi dana BOSS hanya cukup untuk dana honor para pengajar saja.
Wacana Pendidikan di Satu Kementerian
Dengan banyaknya ketimpangan ahkam dua kementerian ini, pantaslah beberapa tahun ke belakang -tepatnya tahun 2015- sempat ada wacana penyatuan pendidikan sekolah dan madrasah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, walaupun pada kenyataannya banyak yang menentang wacana kebijakan tersebut, salah satunya dari Sekjen Kementerian Agama, Nur Kholis Setiawan. Ia beranggapan, jika madrasah digabung pengelolaannya dengan sekolah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maka konsekuensinya akan terjadi desentralisasi pada madrasah, dan masih menurutnya, itu adalah gagasan yang tidak baik untuk masa depan madrasah.
Sebagai orang yang terjun di dunia pendidikan madrasah, hanya berharap tidak ada ketimpangan regulasi antara madrasah dan sekolah. Baik berbeda kementerian ataupun disatukan, yang terpenting adalah keseragaman -termasuk dalam masalah bantuan-, sehingga tidak ada sak wasangka terhadap madrasah sebagai pengelola pendidikan.
Baca juga:
Posting Komentar
Posting Komentar