Riuh ramai akhir tahun masa SMA saat itu tahun 2003, dengan rencana dari teman-teman seangkatan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang telah di idam-idamkan. Puji syukur, dua perguruan tinggi ibu kota -satu negeri dan satu swasta- juga telah mengundangku melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan).
Dua surat pemberitahuan itu kubawa ke rumah untuk meminta pertimbangan orang tua. Tapi apalah daya, perekonomian keluarga yang tidak mendukung membawaku pada jawaban bahwa mereka tak akan sanggup menguliahkanku.
Selepas SMA
Ah, rasa pesimis bukan untuk kudekap. Aku mencari informasi beasiswa perguruan tinggi yang dapat menunjang pendidikanku. Tapi rata-rata, beasiswa yang ada diberikan pada tahun kedua, semester empat.
Kembali kubawa kabar itu pada orang tua, bisakah untuk satu
tahun pertama saja mereka menunjang perkuliahanku. Jawaban ayah tetap sama, ia angkat
tangan dengan proposalku. Sedang ibu hanya diam, aku tahu ia mendukungku, tapi
kemiskinan membuatnya membisu.
Teman-teman Masuk Perguruan Tinggi
Kabar teman-teman sekolah yang telah diterima di perguruan tinggi harapan mereka membuatku stress, memikirkan bagaimana dengan nasib ini yang tak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hingga salah seorang teman berkunjung ke rumah, ingin memberi kabar bahagia diterimanya ia kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung, membuat Umi -demikian ibu dipanggil- tak kuasa menahan air mata.
Aku yang mengurung
diri di kamar tak rela juga mendengar beliau menangis di depan temanku yang
sedang bahagia.
Bekerja Sebagai Kuli Proyek
Aku harus bangkit dengan sisa-sisa semangat hidup, demi sang ibu yang tak boleh menangis lagi karena memikirkan sang bujangnya. Jadilah ibu kota menjadi pelarianku, mencari kerja serabutan yang bisa kulakukan. Alhamdulillah, pekerjaan pertamaku adalah menjadi helper atau istilah kerennya menjadi kenek pada sebuah proyek bangunan di daerah Daan Mogot, Jakarta Barat.
Ikut Kuliah Kelas Karyawan
Gaji pertama dari menjadi kuli bangunan selama sebulan kujadikan tabungan untuk kuliah, dengan meminta izin dan memohon maaf terlebih dahulu kepada orang tua karena belum bisa memberikan mereka kebahagiaan materi dari hasil jerih payahku. Setelah beberapa waktu, akhirnya kuberanikan diri untuk mendaftar kuliah di salah satu perguruan tinggi di Ciputat dengan mengambil kelas karyawan, sehingga dapat mengambil perkuliahan di akhir pekan.
Berhenti Kuliah
Kuliahku lancar di semester awal,
sampai kabar sakitnya ayah di kampung halaman membuatku gusar, di tambah sang
adik yang sedang bersekolah di sebuah SMK membutuhkan biaya banyak untuk
persiapan PKL (Praktik Kerja Lapangan). Akhirnya kuputuskan berhenti kuliah, dan
kukonsentrasikan seluruh gajiku untuk keluarga. Umi tertegun dengan
keputusanku, tapi ia tak bisa apa-apa.
Kembali Menjadi Kuli Proyek
Semenjak saat itu, aku hanya berkonsentrasi pada kerja dan kerja. Beberapa proyek telah kusambangi mulai dari daerah Kalideres, Serpong Tangerang, sampai proyek apartemen Oakwood Kuningan, Jakarta Selatan. Pekerjaan ini telah mengajarkanku betapa keras kehidupan, tinggal di bedeng-bedeng kumuh berdesakan, sampai memperhitungkan ihwal makan, karena harus menyesuaikan dengan gaji yang harus kukirim ke kampung halaman.
Menjadi kuli proyek ternyata juga
tak selalu ber-image kasar, karena di sana kutemukan indahnya bumi
pertiwi dalam kemajemukan. Bagaimana tidak, bisa bertemu dengan teman-teman seperantauan dari berbagai pelosok nusantara yang mengundi nasib di Jakarta adalah pengalaman berharga tersendiri. Bahkan beberapa
teman saat di proyek sampai saat ini masih menjalin komunikasi.
Tahun demi tahun terus berjalan,
dan Jakarta tetap menjadi tempatku menggantungkan harapan. Sampai pada suatu
saat ketika kupulang, seorang handai taulan menanyakan perihal tubuhku yang
kering kerontang. Ah, iyakah?. Aku yang tak punya cermin besar di Ibu kota,
mana sempat memperhatikan tubuh yang ringkih ini.
Jakarta yang panas, dan
pekerjaanku yang keras menjadikan tubuh ini semakin tak bisa bertoleransi. Beberapa
kali darah keluar dari mulut ketika terik matahari sedang merajai tengah
hari. Jadilah beberapa kali gajiku harus kubagi antara keluarga dan dokter yang
terpaksa harus kudatangi.
Ibu yang tak tega dengan
kondisiku yang tak baik-baik saja, menyarankanku untuk mengakhiri perantauanku di
ibu kota. Melihat kondisi badanku yang berimbas pada gaji bulanan yang akhirnya
mengalir ke klinik dokter, aku setuju. Namun yang menjadi prioritasku adalah
saran seorang ibu lebih dari titah yang harus dilakukan tanpa kompromi, perkataannya
ibarat tuah yang amat sangat keramat.
Kembali ke Kampung Halaman
Jadilah 2009 kampung halaman
kembali kurasakan seutuhnya, dengan tinggi gagahnya Gunung Gede, hamparan kebun teh
Pondok Halimun, dan dinginnya danau Situ Gunung, menjadikan Sukabumi tempatku
kembali.
Apa yang harus kulakukan di
kampungku yang lama kutinggalkan?. Ah, ternyata ada sebuah madrasah aliyah
-setara SMA- yang baru didirikan, coba-coba saja melamar, untuk apapun yang
bisa kukerjakan, dan puji syukur, posisi staf tata usaha adalah profesi baru
yang diamanahkan.
Kuliah lagi
Kembali beradaptasi dengan
lingkungan kerja baru, lingkungan yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Termasuk
masalah gaji, andai dikalkulasikan, gaji pertama staf TU di madrasah itu hanya
10% dari gaji sewaktu di Jakarta. Tapi ini adalah sebuah konsekuensi dari
sebuah keputusan, dan yakin, karena ini bermula dari tuah sang ibu, pastilah
akan ada keberkahan. Dan iya, keramat seorang ibu itu luar biasa, ia
membangunkanku pada mimpi-mimpi lama yang telah lama kukubur, tentang
keinginanku untuk menimba ilmu. Umi menyarankanku untuk kembali kuliah, merenda
asa yang hampir sirna, dan kali ini ia kembali mendukungku.
Dengan restunya, kuliah empat
tahun kulalui dengan sangat lancar. Ajaib, dengan gaji seadanya, kuliahku tak
pernah mengalami hambatan dalam pembayaran administrasi, bahkan di tengah tahun
perkuliahan, Allah menemukanku dengan Jodoh pilihan, seorang gadis cantik yang
kukenal semenjak SMP, ia adalah putri satu-satunya Pak Kiayi di pesantren tempatku dulu nyantri.
Segalanya berjalan dengan lancar,
empat tahun yang mengantarkanku pada acara wisuda. Momen yang luar biasa,
karena aku diantar oleh dua keluarga, selain orang tua, ada juga guru yang kini menjadi mertua. Dan lebih
istimewa, karena wisudaku dihadiri oleh buah hati pertama dari pernikahan kami.
Saat turun dari panggung selepas selebrasi pengesahan sarjana oleh rektorat, Umi menghampiriku dengan derai air matanya yang tak bisa dibendung. Ia memelukku erat sekali, pelukan terlama yang pernah kurasa selama menjadi anaknya, air matanya juga tak berhenti. Kubiarkan saja ia menikmati kebersamaan ini, dan kutemani tangisannya dengan air mata bahagiaku juga. Waktu itu aku sadar, hanya kami yang bisa memahami tangisan ini, tangisan perjuangan, tangisan dari jawaban doa-doa yang tersimpan lama.
Ending
Tuhan tidak pernah telat mengabulkan
setiap doa, Ia hanya memberikan waktu yang tepat untuk setiap harapan yang kita
gantungkan, seraya menguji seberapa kuat kita menggapai impian.
You are never too old to set another goal or to dream a new dream.-C.S. Lewis
#non-fiksi
#feature
Mirip kang kisahnya, cuma bedanya aku bisa ambil pmdk nya. Namun tak selesai. Kadang memang perlu mundur beberapa langkah untuk melompat lebih jauh. Aku kini lagi lanjutun S2 kang dengan mimpi yang sama dulu...
BalasHapusabdi ge hoyong teh dilajeng S.2, pido'a na
Hapussatu hal yang bikin penasaran awalnya karena judul di gform, begitu mampir, ternyata sedih :( betul mas, titah ibu adalah segalanya, ridho nya adalah segalanya
BalasHapusmaaafkan judulnya yang bikin clickbait mbak nimas :)
HapusMaa Syaa Allah... Tetap semangat & keep moving forward
BalasHapusterima kasih mbak ratna :)
HapusBenar iya moto untuk jangan pernah berhenti memgejar mimpi, meski tak terjadi sekarang. Jalani hidup dengan syukur insya Allah ada waktunya terwujud.
BalasHapussetuju kak :)
HapusMas, keren banget! Setuju banget, segala harap ada waktunya. Selama kita tidak menyerah dan tawakkal. Terima kasih untuk tulisannya.
BalasHapusTerima kasih mbak Vera :)
HapusKisahnya sangat mengena. Benar sekali, Tuhan nggak pernah telat mengabulkan setiap doa. Yang penting kita tetap harus sabar, terus berusaha dan berdoa. Tetap semangat, Mas!
BalasHapusterima kasih kak Niki
HapusMasya Allaaah... Kalau bercerita tentang ibu selalu membawa rasa haruuu....
BalasHapusYa, mom is everything... :)
HapusBagus mas! Tulisan dan kisahnya bagus! Saya jadi haru bacanya.
BalasHapus-Purnama Indah- (jaga-jaga kalo keluarnya unknown)
prediksi mbak indah tepat... keluarnya unknow :)
HapusIshhh kerennya tulisan kakak, bangun inspirasi 👍👍👍
BalasHapushatur nuhun teh Hana :)
HapusHiks, I can feel the whole story bro .. Masya Allah ... Perjalanan yang luar biasa menginspirasi . .. Proid of you bro 😢
BalasHapusthank you sis :)
HapusBarakallah ya Kak
BalasHapusWatabarok alaik Bunda
HapusMasyaaAllah kisahnyaaaa mungkin kalo aku di posisi itu udah nyerah kali ye😳
BalasHapusJangan nyerah dong kak Aini :)
HapusSebuah cerita juang yang luar biasa. Benar-benar terhanyut membaca ini. Penulis merupakan sosok yang tegar menghadapi segala kesukaran. Terimakasih telah mengispirasi kami untuk tidak pernah berhenti menggantungkan mimpi seraya mengabdi pada orang tua, ibu khususnya~
BalasHapusTerima kasih kak Maria
HapusWih, menyentuh banget kisahnnya
BalasHapusterima kasih mas
HapusAlhamdulillah, berkat doa restu sang ibu
BalasHapusAlhamdulillah om teguh
HapusAku mewek baca kisahnya sampai ditanyain temen-temen kantor kenapa tiba-tiba nangis bombay.
BalasHapusInspiratif sekali Mas perjalanannya, dan kemasan ceritanya juga keren.
tulisannya mengandung bawang mbak :)
HapusMasya Allah kisahnya keren. Terharu om
BalasHapusterima kasih kak nisa
HapusKalau nyinggung soal ibu, aku suka speechless kang. Dan amat sangat membenarkan bahwa titah ibu yang kita ikuti akan membawa keberkahan.
BalasHapussetuju teh wid :)
HapusMbrebes mili bacanya. Selalu berani bermimpi dan berharap, Gusti Allah mboten sare. Ikhtiar terbaik kita pasti akan mendapat ganjaran terindah. Barakallah mas.
BalasHapuswatabarok alaik mbak marita
HapusMerinding bacanya. Soalnya pernah kerja juga di Cikarang sambil kuliah di Bandung, jadi tau banget gimana kerasnya ibu kota apalagi nyambi ambil kelas karyawan. Bener mas, rida ibu adalah rida Allah. Yang bikin jalan kita lurus lancar. Salam buat ibu..
BalasHapuswaalaikumsalam. terima kasih kak lintang. semangat pejuang ibu kota :)
HapusAku gampang terharu, seperti saat ini, ketikamembaca cerita ini
BalasHapusApa memang setiap perjalanan orang kuat/sukses,selalu ada kisah menyedihkan yang pernah ia lalui?
BalasHapusMasya Allah, tabarokalloh. Membuat aku makin mengerti definisi sabar, dan Allah Maha segalanya
ah ga sedih kang :)
HapusSedih aku dengernya cerita hidup Anda kak. Semoga sekarang segala urusan dipermudah ya
BalasHapusMasya Allah, walau jalannya berliku akhirnya sampai di tujuan ya Kak :)
BalasHapususaha yang tidak menghianati hasil...selalu ada kebahagian dalam setiap perjuangan. Kisah yang menginspirasi Kak!
BalasHapusKakak hebat... Semangat, Kak..
BalasHapusterima kasih kak Ael
HapusMenyentuh sekali kakak...sehat-sehat terus ya...
BalasHapusaamiin, terima kasih kak april. salam untuk keluarga di Qatar
HapusRencana Allah selalu lebih baik 😊
BalasHapussepakat kak nurul
HapusDan malam ini aku terinspirasi darimu mas. Terima kasih..
BalasHapusTerima kasih kak lik :)
Hapusjadikan novel kak .... masak autobiografi rasanya kok auto menangis ... seperti terbayang-bayang terjadi didepan mata...kueren kak
BalasHapusharus benyak belajar dulu mbak tentang fiksinya :)
Hapusinisih keren. pengalaman yang bisa bikin orang-orang yang mau nyerah tuh terbuka sama peluang-peluang di masa depan. yang mana Do'a juga ga kalah penting buat menunjang itu.
BalasHapusterima kasih bang nando
HapusAku nangisssss kanggggggggg, nuhun buat ceritanya..salam buat ibu dan juga keluarga ya
BalasHapuswaalaikumsalam teh
HapusGod bless you too kak Asti
BalasHapusMasyaAllah ceritanya keren sekali kak, inspiratif, nggak kebayang kalau aku yang diposisi itu. Kakak dengan luar biasanya bisa bertahan
BalasHapusAlhamdulillah, terima kasih kak
HapusKeren banget mas... Kuliahnya bisa lancar gitu dengan gaji kerja segitu. Nenang kalau dekat sama Ibu ya... Semoga Ibu sehat sehat selalu... Lancar terus rezekinya
BalasHapus