Teriakan-teriakan itu masih jelas terekam, maki-makian itu kadang berdengung di ingatan, dan sumpah serapah itu ingin sepenuhnya kusirnakan. Namun, bayang-bayang gelap itu menilik di satu waktu, walau perundungan telah terlarut badan berpuluh bulan. Semua yang kau anggap semenjana, telah berbekas luka tiada tara.
Aku Bangkit
Waktu akhirnya menjadi jembatan, agar aku menikmati keadaan. Kini aku telah memaafkan diri dan berdamai dengan hati. Walau susah untuk sepenuhnya terbebas dari terungku memori, lalu menerapkan posisi pada memaafkan dan melupakan.
Menjauh adalah juga caraku melepaskan diri dari polah dan mulut racunmu, selaras kemudian mencari hati-hati bersih yang membuka diri pada setiap kekurangan kita, dan itu ada. Cara alam memang ajaib, walau harus ditebus dengan kerinduan terpisah kampung halaman, tapi tidak apa, karena dalam pengembaraan, kutemukan persahabatan.
Berdamai Dengan Diri Sendiri
Kini aku kembali pada akhirnya, dengan jiwa yang siap menerima segala kenangan pahit dahulu kala, dan kini aku berdiri di garda depan, untuk membela generasi-generasi yang kau matikan potensinya, membangunkan kembali mereka, agar berani bergerak, juga memiliki asa dan renjana.
Untukmu yang juga tersudutkan, kuatlah sekuat titanium, hadapi dengan mental baja dan simpul senyum. Sembuhkan lukamu, rentangkan hati, dan yakinkan diri bahwa Allah selalu bersamamu.
Posting Komentar
Posting Komentar