Ketika masa kuliah dulu, salah satu tugas akhir perkuliahan sebagai mahasiswa adalah mengamalkan tri darma, dengan mengabdikan diri kepada masyarakat dalam program Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Dalam program KKL ini, Kami dikirim oleh perguruan tinggi ke daerah Sukabumi Selatan, sebuah daerah perkampungan dengan segala kearifannya.
Pengalaman KKL
Syahdan, salah satu tugas di sana adalah mengajar pada salah satu sekolah dasar negeri di kampung tersebut. Kami diterima dengan baik oleh Kepala Sekolah, lima guru PNS, dan satu guru honorer. Bahkan beberapa guru di sana sangat antusias dengan kedatangan mahasiswa yang akan belajar mengajar murid-murid yang biasa mereka didik. Setelah prosesi penerimaan, kami diberi jadwal dan kelas yang bisa kami ajar, serta tak lupa, kami diperkenalkan pada wali kelas yang akan menjadi guru pamong selama program KKL.
Keesokan harinya, ketika kembali ke sekolah tersebut untuk mulai mengajar, kami hanya menemukan satu orang guru saja di kantor sekolah. Satu-satunya guru honorer di sekolah itu. Kami lantas bertanya, ke mana guru-guru lainnya. Ia hanya tersenyum dan mengatakan kalau kondisi seperti itu sudah biasa, guru-guru jarang sekali masuk, sehingga ia harus sekuat tenaga mengisi kekosongan enam kelas yang ada di sekolah itu. Ia bersyukur dengan kedatangan kami, itu artinya, sementara waktu dia tidak perlu berlari dari satu kelas ke kelas lain, untuk mengisi materi, atau sekedar memberikan tugas, karena kelas diisi oleh kami para mahasiswa.
Baru saja menarik napas dari informasi tentang jarangnya kehadiran para guru yang membuat mata terbelalak, dua orang mengetuk pintu kantor sekolah, mereka mengatasnamakan perwakilan sebuah bank, dan menanyakan beberapa nama guru di sekolah itu. Ada apa lagi ini?. Dari sang guru honorer itu kembali kami mendapatkan informasi, bahwa hampir semua guru PNS di sekolah itu meminjam uang ke bank dengan jaminan SK PNS-nya. Hasilnya, gaji mereka minus, habis untuk membayar cicilan utang per bulan kepada bank.
Demikian, hari demi hari kami lalui di sekolah dasar tersebut dengan berteman seorang guru honorer yang telah mengabdikan dirinya lebih dari 10 tahun. Sesekali datang guru lain yang tampak sudah senior ke sekolah. Dan apa yang mereka lakukan?. Mereka membahas tambal sulam utang piutang ke bank, bagaimana cara menutup utang dengan cara berhutang kembali. Gali lubang, tutup lubang. Alamak...
Gaji Minus
Ah negeriku, miris sekali. Bagaimana masa depan bangsa ini jika guru yang seharusnya menjadi suri teladan, ternyata terdapat oknum yang selain minus gaji, juga minus akhlak. Guru yang telah disumpah dan diberi surat pengangkatan oleh negara, tapi amnesia dengan kewajiban mendidiknya.
Seyogianya, tak peduli dengan status, PNS atau honorerkah, setiap guru mempunyai tanggung jawab yang sama besar untuk keberlangsungan negeri ini. Guru yang akan menjadi salah satu penentu, bagaimana wajah masa depan Indonesia.
Penutup
Selamat merayakan hari eksistensimu bapak, ibu guru. Semoga 5 Oktober tidak hanya menjadi selebrasi formal tanpa makna, tetapi menjadi pengingat, bahwa guru adalah profesi yang benar-benar bestari, profesi dengan sosok-sosok yang bisa di jadikan contoh untuk diteladani. Sosok yang akan dikenang baik oleh setiap anak didik, karena bisa menjembatani setiap mimpi hingga menjadi nyata, bukan sebatas ilusi.
Semoga oknum guru seperti itu segera diberikan hidayah oleh Allah, Kak.
BalasHapusAamin Ya Rob
HapusMiris sekali, tapi memang ada orang-orang yg sepert itu
BalasHapusSaya sudah tidak kaget dengan fenomena itu Bang, because I can feel what the Honorer Teacher felt... Tetap harua semamgat dalam menebar kebaikan 😍😍😍
BalasHapusYa Allah semoga guru-guru yang benar-benar berdedikasi terhadap profesinya hidupnya berkah.
BalasHapusAda ternyata ya guru seperti itu...semoga segera Allah beri hidayah..hehehe
BalasHapusdeg ... kesindir dech ... tetapi tidak apa-apa karena mungkin saat itu kondisi Oemar Bakrie memang minus segalanya hanya beberapa tahun ini saja diperhatikan itupun menjadi keirian beberapa juga ... tetapi lepas dari itu tinggal tujuan dari guru itu mengabdi untuk apa? selain karena kebutuhan ekonomi yang tidak dimengerti oleh nya ... teringat juga saat honorer ... semua tugas seolah pindah ke pundak kita ... saat PNS masih junior baru kutahu mengapa beliau-beliau begitu ... begitulah kehidupan ini ...
BalasHapusGuru...pahlawan tanpa tanda jasa.
BalasHapusSemangat terus para guruu...
Owh Guru..... Digugu dan Ditiru..... Terima kasih atas setiap jasa Mu wahai Guru ku..... Semoga berbalas pahala berlimpah
BalasHapusHmm.. speechless. Semoga Allah beri jalan keluar mereka dari lilitan hutang
BalasHapus-purnama indah-
Sebenarnya bukan hanya oknum guru. Kebanyakan PNS suka menyekolahkan SKnya. Kadang miris juga. Apalagi TPP di kotaku termasuk tinggi. Tapi masih banyak yang mengeluh. Mengeluhnya ke pegawai kontrak. Duh, pegawai kontrak mau ngeluh ke siapa
BalasHapusUntuk guru yang tidak masuk, tidak ada pemotongan gaji berdasarkan hari absen dia kah?
BalasHapusKasian guru guru penggantinya, bekerja lebih extra untuk mengisi kekosongan.
Guru PNS sudah auto gajinya kak perbulan
Hapusmiris ya kang, saya sering diskusi dengan suami soal ini dan di lingkungan dia benar-benar terjadi
BalasHapusBener,mo honorer, kontrak atau sudah pegawai tetap...ya tanggung jawabnya sama.
BalasHapusAstagfirulloh.. .. Memprihatinkan
BalasHapusJarang banget ketemu guru PNS yang SK nya masih ada di lemarinya ... :D
BalasHapus